1.
![](file:///C:/Users/axioo/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg)
Ulat keluar dari telurnya dengan menggigit dan merusak kulit telur yang biasanya terjadi pada pagi hari. Ulat yang baru menetas mempunyai panjang tubuh sekitar 3 mm dan bobot tubuh sekitar 0,5 mg. Setelah itu ulat hidup dengan memakan daun murbei dan berganti kulit sebanyak 4 kali selama 4 minggu. menjadi ulat yang matang dan mulai membuat kokon. Pada saat berganti kulit. ulat tidak makan dan periode makan disebut instar. Periode makan pertama disebut instar pertama dan seterusnya sampai dengan instar 5. Bobot ulat selama 24-25 hari meningkat sampai dengan 10.000 kali. Kokon selesai dalam waktu 2-3 hari. Panjang serat yang dihasilkan per kokon adalah 1.000 - 1.500 m dengan diameter 0,002 mm. Ulat berubah menjadi pupa di dalam kokon selama 2-3 hari berikutnya. Ngengat atau "kupu" keluar dari kokon 10 hari setelah hidup sebagai pupa. Ngengat akan keluar pagi hari dan kawin pada hari yang sama dan betina bertelur pada malam harinya atau pagi berikutnya. Dalam proses perkawinan akan melibatkan seekor betina dan 2 ekor jantan. Setelah bertelur ngengat menjadi lemah dan mati setelah 4-5 hari. Setiap betina menghasilkan telur sekitar 500-700 butir dengan bobot telur 60 mg/100 butir. Karena ulat sutera berdarah dingin, maka kecepatan pertumbuhannya sangat tergantung kepada kondisi lingkungan tempat hidupnya, sehingga lamanya periode larva, pupa dan ngengat tersebut tidak selalu sama. Berat kelenjar sutera 5% dari bobot tubuh ulat instar 5 awal dan meningkat terus menjadi 40-45% pada saat ulat matang dan siap mengokon.
Berikut ini lama dari setiap instar:
· Instar 1 : 2 hari 13 jam,dihitung saat telur menetas sampai istirahat 1.
· Instar 2 : 2 hari 2 jam, dihitung setelah istirahat 20 jam pada instar 1
· Instar 3 : 2 hari 14 jam, dihitung setelah istirahat 2(20 jam)
· Instar 4 : 3 hari 16 jam, dihitung setelah istirahat ke 3 (24 jam)
· Instar 5 : 8 hari 5 jam, dihitung setelah istirahat lamanya 1 hari 13 jam, pada tahap ini ditandai ulat tidak mau makan.
Adapun perbedaan dari ulat sutera jantan maupun betina yaitu dengan melihat bagian abdominal, yaitu pada larva betina terdapat sepasang bintik pada segmen ke-11 dan segmen ke-12 yang disebut kuncup imaginal ishiwata. Sedangkan pada jantan terdapat sebuah bintik pada segmen ke-11 dan segmen ke-12 yang disebut kelenjar herold.
2. Pemberian Pakan
Daun murbei mempunyai pengaruh yang sangat besar tidak hanya terhadap nutrisi ulat tetapi prosentase benang dan kualitas kokon. kelenjar sutera di dalam tubuh berkembang sehingga harus diberi daun murbei yang cukup banyak. Frekuensi pemberian pakan tergantung kepada tenaga kerja yang tersedia. biasanya 3-4 kali sehari. Jumlah kebutuhan pakan pada stadia ini hampir 90% dari jumlah kebutuhan pakan seluruh instar. Jumlah daun yang diberikan pada sore hari harus 2x dari jumlah yang diberikan pada siang hari Dibandingkan dengan ulat kecil. pada stadia ulat besar ini ketuaan daun yang dipergunakan lebih bervariasi. Biasanya bila cabang tersebut sehat, semua daun kecuali daun yang hampir jatuh dapat dipergunakan. Pengambilan daun sebaiknya pada pagi atau sore hari, seperti pada stadia ulat kecil. Selama masa antara pengambilan daun dan pemberian pakan, batang sebaiknya diletakkan berdiri bersandar pada dinding dan dibasahi dengan disemprot air atau dibungkus dengan kain basah.
Ketika ulat mendekati ganti kulit. ulat akan mengurangi makan dan tubuh akan mengkilat. Agar ulat dapat ganti kulit di tempat yang bersih, maka pembersihan tempat perlu dilakukan. Bila 90% dari ulat sedang ganti kulit. kapur perlu ditaburkan sehingga tempat pemeliharaan ulat kering dan ulat yang selesai ganti kulit terlebih dahulu tidak makan. Bila sudah 100% ulat selesai ganti kulit dan warna kepala berubah menjadi coklat tua maka ulat siap untuk diberi makan. Lamanya masa makan tergantung dari temperatur. perbedaan dapat mencapai 1-2 hari antara temperatur 18°C dan 26°C. Pemisahan antara yang lambat dan cepat pertumbuhannya dilakukan pada saat ganti kulit ke 4 atau pada pemberian pakan pertama instar 5. Bila 50% ulat sudah bangun dipisahkan menjadi yang dahulu dan sisanya diberi makan lebih lambat. Perbedaan antara kedua ini akan meningkat bila yang lebih dulu mendapatkan kondisi yang hangat. Sebaiknya ulat yang lambat diletakkan pada daerah yang mendapatkan akses temperatur lebih tinggi dalam ruang pemeliharaan sehingga pertumbuhan akan lebih cepat dan ulat akan matang pada waktu yang hampir bersamaan dengan yang cepat. Pada penggunaan rak ulat.
Makanan pertama pada instar pertama (hakitate) terlebih dahulu dilakukan desinfeksi tubuh ulat dengan bubuk kaporit 5% dicampur 95% kapur yang ditaburkan sebanyak satu gram per 0,1 m2 untuk ulat instar I, ulat instar II sebanyak 2 gram dan ulat instar III sebanyak 3 gram. Desinfeksi tubuh ulat instar IV dan V dilakukan dengan menggunakan bubuk kaporit 10% dicampur 90% kapur. Banyaknya campuran yang ditaburkan adalah 50 sampai 60 gram setiap m2. Desinfeksi dilakukan setelah setiap kali ulat berganti kulit dan sebelum pemberian makan.
3. Faktor yang mempengaruhi reproduksi
a. Makanan
Kandungan nutrisi rendah. kandungan air rendah bisa berasal dari musim atau transportasi atau fasilitas tempat penyimpanan daun yang kurang baik. Daun jangan disimpan atau dibasahi selama musim kering atau hari panas. Juga daun harus bebas hama dan penyakit dan kekerasan daun harus disesuaikan dengan instar ulat. Ulat kecil perlu makanan yang lunak dan kandungan nutrisi yang tinggi. Kekurangan jumlah daun setiap kali waktu makan. Di daerah panas yang bersuhu di atas 30°C ulat tidak bisa makan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu pemberian makan harus dikonsentrasikan pada waktu sore dan malam hari. Perbandingan jumlah pakan pada pagi hari dan sore hari serta hasil panennya.Tempat kurang luas sehingga pemberian pakan kurang efisien Temperatur tinggi membuat ulat tumbuh lebih cepat sehingga umur berkurang 2-3 hari dan daun tidak mencukupi. Perlu memberikan jumlah pakan yang banyak dalam jangka waktu yang pendek Di daerah panas ulat dapat mudah tidur walaupun kekurangan pakan. Ulat akan tumbuh tidak seragam dan tidak kuat. Sebaiknya mendekati waktu tidur pakan dikurangi tetapi jumlah pemberiannya ditambah menjadi 2 kali. Pada suhu diatas 30°C ulat bangun kemudian tidak cepat diberi pakan ulat mudah menjadi lemah.
b. Kondisi iklim
Bila temperatur terlalu tinggi dan kondisi kering di dalam ruang ulat. menanam pohon di sebelah barat rumah ulat atau memasang penaung matahari. Air dapat disemprotkan ke atap rumah atau dinding dan lantai pada siang hari. Jendela ventilasi dapat dibuat di atap rumah dan pemasangan kipas angin di dinding juga sangat membantu.
c. Ruang Pemeliharaan Ulat
Faktor yang pertama untuk menstabilkan hasil adalah bagaimana mempertahankan ulat bebas hama dan penyakit. Yang kedua bagaimana memelihara ulat supaya kuat. Untuk itu ruang pemeliharaan harus terhindar secara penuh dari hama dan pengawasan untuk meminimalkan perbanyakan penyakit. Perbanyakan penyakit dapat terawasi pada ruangan yang mempunyai aerasi yang baik. temperatur dan kelembaban tidak terlalu tinggi dan mudah dibersihkan. Dalam waktu yang sama ulat dapat tumbuh dengan sehat.
d. Temperatur dan Kelembaban
Pertumbuhan ulat akan terlambat bila temperatur dan kelembaban terlalu rendah. Oleh karena itu. penting untuk mempertahankan temperatur dan kelembaban optimum untuk pertumbuhan normal. Perbedaan temperatur akan mempengaruhi masa makan 1 - 2 hari dan temperatur yang rendah pada instar 4 akan menghasilkan kokon yang tidak baik dan produktivitas rendah. Untuk mendapatkan temperatur dan kelembaban optimum. beberapa cara di bawah ini perlu diikuti.
4. Inkubasi Telur/Bibit Ulat Sutra
Bibit ulat sutera yang akan dibudidayakan diperoleh dari produsen bibit ulat sutera dalam bentuk telur. Telur ulat sutera yang berukuran sangat kecil, yaitu lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm, tebal 0,5 mm dan berat sekitar 0,5 mg menjadikannya sangat rentan sehingga perlu penanganan yang tepat dalam proses penetasan.
Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas. Pada proses inkubasi lingkungan dikondisikan sedemikian rupa untuk merangsang penetasan telur ulat sutera. Agar diperoleh presentase penetasan yang tinggi dan penetasan yang serempak, maka temperatur dan kelembapan ruangan inkubasi harus diatur agar mencapai kondisi yang ideal.
Sebelum melakukan proses inkubasi pada telur ulat sutera, terlebih dahulu perlu diketahui ciri-ciri telur yang dapat menetas. Ciri- ciri tersebut adalah :
· Telur ulat sutera mengalami beberapa tahap perkembangan dan pertumbuhan embrio yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada telur selama masa inkubasinya. Telur yang mengalami perubahan warna memiliki kemungkinan besar untuk dapat menetas.
· Telur yang baru dikeluarkan oleh induknya berwarna kuning muda pada saat pertama diletakan.
· Setelah treatment (perlakuan), warna telur berangsur berubah menjadi kuning tua, kemudian berwarna coklat muda, coklat tua, hitam, abu-abu tua, abu-abu muda. Dua hari sebelum penetasan terdapat bintik biru pada bagian ujung telur yang lancip ( keadaan ini dinamakan “blue head” atau bintik biru )
· Telur yang tidak mengalami pembuahan oleh sperma dari induk jantan warnannya tetap kuning muda dan tidak terjadi perubahan warna karena tidak ada pertumbuhan embrio.
Telur ulat sutera yang memiliki kriteria seperti yang telah disebutkan dapat langsung diberi perlakuan inkubasi telur untuk ditetaskan. Namun, apabila lokasi pemeliharaan ulat sutera cukup jauh dari lokasi produsen bibit ulat sutera, sebaiknya pembudidaya memperhatikan tanggal pemesanan , lama pengiriman, dan waktu penetasan telur. Telur yang dibeli dari produsen telur ulat yang terpercaya telah diberi perlakuan khusus sehingga dapat diketahui kapan waktu penetasannya yang biasanya tercantum dalam boks telur. Hal tersebut sangat penting dalam mengantisipasi agar telur ulat tidak menetas pada saat pengiriman.
Adapun cara inkubasi telur ulat sutera adalah sebagai berikut :
- Selama inkubasi diperlukan temperatur ruangan 25oC dengan kelembapan 85 % dan pencahayaan 18 jam terang, 6 jam gelap. Untuk mengetahui kekuatan cahaya yang tepat dalam proses inkubasi yaitu diukur dengan kondisi manakala kita masih dapat membaca diruangan itu.
- Telur yang diterima dari produsen dikeluarkan dari boksnya kemudian dipindahkan ke kotak penetasan yang lebih besar degnan ukuran 30 x 40 cm. Kemudian kotak tersebut dipasangkan jaring penetasan. Jika volume telur yang akan ditetaskan cukup banyak, semua kotak penetasan diletakan pada rak inkubasi. Untuk mengatur pencahayaan, jika perlu disekeliling kotak penetasan dipasang tirai berwarna hitam.
- Untuk mempertahankan kelembapan dengan kadar 85%, kotak penetasan diletakan diatas kain basah.
- Dua hari sebelum menetas (H-2), keadaan ruangan harus gelap total. Tirai ditutup, lampu ruangan dipadamkan.
- Pada hari H tanggal menetas, agar penetasannya serempak, pagi-pagi sekali (pukul 05:00 ) , lampu ruangan dinyalakan dan tirai dibuka.
- Sekitar pukul 8 pagi ulat yang baru menetas dan sudah berada diatas jaring penetasan, diangkat dari kotak penetasan. Lalu, ulat dipindahkan ke sasak pemeliahraan ulat untuk dilakuakan pemberian makan yang pertama kali (haketate). Apabila masih ada telur yang belum menetas, telur-telur tersebut dikembalikan pada rak inkubasi dan ditunggu sampai menetas esok harinya.
Catatan : Ruangan serta peralatan inkubasi sebelumnya telah dilakukan desinfeksi dengan mempergunakan larutan formalin atau larutan kaporit dengan konsentrasi 2-5%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar